Aku berdiri di atas nyanyian orang-orang malam.
Memandangi mereka mabuk di depan perapian.
Aku tak bisa bernyanyi bersama mereka.
Mendendangkan emosi tanpa harus membuang muka.
Andai saja batu itu lunak,
aku belum tentu bisa mengikuti gaya mereka.
Andai saja surga itu telinga,
aku belum tentu bisa melantunkan doa untuk mereka.
Mereka adalah simpul persahabatan
dalam lautan yang bergelombang.
Mereka adalah tumbuhan liar
dalam akar kekeliruan.
Sementara aku,
terpenjara dalam ruang bebatuan.
Sementara aku,
tersipu malu dengan laju penuh goresan.
Memandangi mereka mabuk di depan perapian.
Aku tak bisa bernyanyi bersama mereka.
Mendendangkan emosi tanpa harus membuang muka.
Andai saja batu itu lunak,
aku belum tentu bisa mengikuti gaya mereka.
Andai saja surga itu telinga,
aku belum tentu bisa melantunkan doa untuk mereka.
Mereka adalah simpul persahabatan
dalam lautan yang bergelombang.
Mereka adalah tumbuhan liar
dalam akar kekeliruan.
Sementara aku,
terpenjara dalam ruang bebatuan.
Sementara aku,
tersipu malu dengan laju penuh goresan.
No comments:
Post a Comment