Ketika berjalan dalam kekosongan, mataku menyempit terhimpit bukit
yang kokoh berdiri dalam lamunan.
Bait demi bait ku lantunkan
atas dasar warna cantik yang menggelora.
Semangatnya berkobar membakar mata seorang perwira,
membuang ribuan iba dan menyia-nyiakan jutaan rasa.
Dengan sengaja rasa itu pergi jauh mengikis pirangnya warna.
Tanpa basa-basi aku bergulat
dalam keruhnya batin,
melompat ke alam kedua,
alam lain di luar sana.
Ibarat katak yang bekelana
dan hanya singgah untuk sesaat.
Problematika semakin larut dalam realita yang pahit, atau mungkin
Tuhan pun ikut terkait.
Apakah masih ada pemuja langit di luar sana?
Di alam sini,
hal tersebut sudah punah
dimakan warna
dalam proses penyempitan mata.
No comments:
Post a Comment